SURABAYA, klausa.co – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Trenggalek. Kasasi itu dilayangkan atas putusan vonis bebas kepada Tatang Istiawan Witjaksono. Kasus pengadaan mesin percetakan bersumber dari dana APBD Pemkab Trenggalek pada 2007 lalu.
Menurut website Kepaniteraan Mahkamah Agung, putusan itu dilakukan pada 21 Juli 2021. Tapi, dalam putusan perkara nomor 2687 K/Pid.Sus/2020 itu, tidak menjelaskan berapa vonis yang dijatuhkan ke Bos Media di Surabaya tersebut.
Kepala Kejari Trenggalek Darfiah mengatakan, putusan itu sudah keluar. Hanya saja, sampai sekarang, dia belum mendapatkan fisik dari putusan itu. Senin (9/8), dirinya akan ke Pengadilan Tipikor untuk berkoordinasi terkait putusan tersebut.
“Saya belum bisa kasih komentar banyak. Memang sudah diputus dan diterima. Tapi, kami belum mengetahui yang mana yang diterima. Saya gak mau mengandai-andai dulu. Komentar resminya senin besok saja ya mas,” katanya saat dihubungi Harian Disway, Sabtu (7/8).
Sementara itu, Raditya Mohammer Khadafi kuasa hukum Tatang tidak merespon komunikasi upaya konfirmasi terkait putusan MA tersebut. Tatang Istiawan Witjaksono divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Senin 16 Maret 2020.
Padahal JPU waktu itu, menuntut pimpinan salah satu media di Surabaya ini penjara selama empat tahun. Di sidang itu, I Wayan Sosiawan selaku ketua majelis hakim pemeriksa perkara menyatakan Tatang Istiawan Witjaksono terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum.
Tetapi bukan perbuatan tindak korupsi. Atas vonis bebas itulah, Kejari Trenggalek mengajukan upaya hukum kasasi. Vonis berbeda dijatuhkan ke Mantan Bupati Trenggalek Soeharto dalam kasus ini. Soeharto dinyatakan terbukti bersalah dan divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara
Kasus korupsi Tatang Istiawan Witjaksono dan Suharto (berkas terpisah) terjadi pada saat Tatang menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS).
Saat menjabat itulah, Tatang Istiawan diketahui mengajukan kerjasama pengadaan mesin percetakan Heindelberg Speed Master 102 V tahun 1994 seharga Rp 7,3 miliar yang bersumber dari dana penyertaan modal PD Aneka Usaha sebesar Rp 10,8 miliar.
Namun, mesin percetakan yang dibeli oleh Tatang dari UD Kencana Sari bukanlah mesin percetakan baru, melainkan rekondisi atau dalam keadaan rusak.
Tatang juga diketahui tidak menyetorkan modal awal ke perusahaan sebesar Rp 1,7 miliar. Sebagaimana tertuang dalam perjanjian antara PT BGS dengan Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) dan ini bertentangan dengan Pasal 33 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas.
Editor: Redaksi Klausa