Samarinda, Klausa.co – Sidang kasus tambang ilegal di dekat area pemakaman COVID-19 Serayu, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Selasa (3/8/2021) sore. Dengan menghadirkan kedua terdakwa penambang ilegal, yakni Abbas dan Hadi Suprapto sebagai pesakitan, melalui sambungan virtual.
Persidangan masih memasuki agenda pemeriksaan keterangan dari saksi ahli. Dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tri Nurhadi dari Kejaksaan Negeri Samarinda, menghadirkan saksi ahli dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ougy.
Majelis hakim yang diketuai Hongkun Otoh dengan didampingi Nyoto Hindaryanto dan Yulius Christian Handratmo selaku hakim anggota di dalam persidangan, mencecar sejumlah pertanyaan terhadap saksi ahli tersebut, yakni mengenai seputar ketentuan dari izin pematangan lahan.
Seperti diberitakan sebelumnya, kedua terdakwa dengan nomor perkara 362/Pid.Sus/2021/PN Smr ini ditangkap polisi, setelah aktivitasnya mengeruk batu bara secara ilegal itu menyeruak ke publik. Kasus tambang ilegal ini sempat membuat geger warga Kota Tepian.
Pasalnya, lokasi pengerukannya berdekatan dengan pemakaman COVID-19 Serayu di Tanah Merah. Sementara pematangan lahan adalah modus kedua terdakwa agar dapat melancarkan aktivas illegal mining tersebut.
Sejak persidangan kembali dibuka, Ketua Majelis Hakim Hongkun Otoh melontarkan pertanyaan kepada saksi ahli, mengenai diperbolehkan atau tidaknya dalam hal izin pematangan lahan namun juga dipergunakan untuk mengeruk batu bara.
“Coba saksi jelaskan, apakah untuk mengeruk batu bara dengan izin pematangan lahan itu diperbolehkan?” tanya Hongkun Otoh kepada Ougy yang dihadirkan sebagai saksi ahli.
“Tidak diperbolehkan, Yang Mulia,” timpal Ougy menjawab pertanyaan.
Hongkun lantas kembali bertanya kepada saksi ahli, alasan tidak diperbolehkan mengeruk emas hitam hanya dengan izin pematangan lahan. Saksi ahli kemudian menegaskan, untuk mengeruk batu bara harus memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Aturannya kalau menggunakan Izin Pematangan Lahan tidak boleh, Yang Mulia,” jelasnya.
Sejumlah pertanyaan mengenai regulasi peraturan yang telah dilanggar kedua terdakwa, turut diajukan oleh JPU dan penasehat hukum terdakwa. Singkatnya, saksi ahli menyimpulkan dan menyebutkan, apa yang telah diperbuat terdakwa sudah melanggar dan memenuhi unsur pidana pertambangan ilegal.
Setelah mendengarkan keterangan saksi ahli, majelis hakim kemudian menutup persidangan dan akan kembali dilanjutkan pada Selasa (10/8/2021) pekan depan.
Seperti diketahui, Abbas dan Hadi Suprapto didakwa melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin. Perbuatan kedua terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 158 Junto Pasal 35 Undang-Undang (UU) Nomor 03 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Junto Pasal 55 Ayat 1 angka 1 KUHP.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 161 Junto Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Junto Pasal 104 Junto Pasal 105 UU Nomor 03 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Junto Pasal 55 ayat 1 angka 1 KUHP.
(Tim Redaksi Klausa)