Samarinda, Klausa.co – Tongkang dengan nama lambung kapal boss 5 yang bertambat di kawasan Harapan Baru menimbulkan banyak tanda tanya. Bukan hanya persoalan tumpukan batu bara yang terbakar dan menyebabkan polusi udara saja. Melainkan, aktivasi pelayarannya.
Kasi Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli KSOP Samarinda, Capt. Slamet Isyadi, menjelaskan jika hingga kini kapal pengangkut emas hitam ini barasal dari jetty batu bara yang terletak di Tering, Kutai Barat dengan tujuan Bojonegoro, Jawa Timur (Jatim).
Alasan masih tertambatnya kapal ini dikarenakan hingga kini tongkang yang ditarik Tug Boat (TB) Arek Suroboyo 5 ini belum mengantongi Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Bukan hanya tak bisa menuju kota tujuan saja, tanpa SPB tongkang ini tak dapat melakukan kegiatan pengolongan.
Tidak diterbitkannya SPB dikarenakan sertifikat keselamatan yang dikantongi kapal yang berada dibawah bendera PT Barge Indonesia ini rupanya sudah tidak berlaku. Dimana sertifikat keselamatan menjadi salah satu syaratnya. KSOP Samarinda akan memberikan SPB jika sertifikat keselamatan telah diperpanjang.
“SPB memang belum kami keluarkan karena sertifikat keselamatannya juga belum diperpanjang. Untuk perpanjangan ini kami tidak memiliki kewenangan, itu yang mengeluarkan langsung dari pusat. Kalau sudah ada baru kami aksi periksa kapalnya,” terangnya.
Tak hanya persoalan dokumen pelayaran yang belum lengkap. Pelayaran yang sebelumnya dilakukan dari Tering, Kubar dan akhirnya tambat di Kota Tepian ini juga terindikasi ilegal. Karena pelayaran yang dilakukan tanpa dilengkapi SPB.
Mengulik Pasal 219 ayat 1 UU Pelayaran 17/2008 tentang Pelayaran, setiap kapal yang berlayar wajib memiliki SPB. Dimana SPB menjadi bukti otentik bahwa telah memenuhi kelaiklautan pelayaran.
“Selama itu belum diselesaikan ya kami tidak akan terbitkan (SPB), karena belum memenuhi kelengkapan dokumen,” ucap Slamet.
Disinggung terkait ada tidaknya sanksi yang diberikan, Slamet menuturkan jika pihaknya masih menunggu proses penyelidikan yang dilakukan Satpolairud Polresta Samarinda.
“Kami tidak akan berangkatkan kapal sebelum muatannya normal dan apabila dokumennya tidak lengkap. Karena pemeriksaan di Polair ya kami fokus untuk pendinginan muatan dahulu,” pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah melalui telepon seluler pada Kamis (26/8) siang, Kasat Polairud Samarinda AKP Iwan Pamuji rupanya belum bisa memberikan komentar. Dan, menyebutkan jika dirinya masih dalam rapat. “Sebentar saya masih rapat,” singkatnya.
Kembali berupaya mengkonfimasi pada sore harinya hingga pukul 17.00 Wita, Iwan tak merespon seluruh panggilan yang dilakukan awak media. Terkait dampak asap dari terbakarnya 6.000 metrik ton emas hitam, Kepala DLH Samarinda Nurrahmani menjelaskan jika asap tersebut adalah polutan. Dimana bisa berdampak bagi kesehatan masyarakat.
“Kalau namanya pembakaran pasti berbahaya dan memiliki dampak. Bukan hanya batu bara saja malahan,” tuturnya.
Perempuan yang akrab disapa Yama ini mengaku memang baru mengetahui peristiwa ini. Sebab belum mendapatkan aduan dari masyarakat. Namun pihaknya akan ikut turun tangan.
“Hanya begini, kami mau lihat dulu itu batu bara asalnya dari mana. Kalau dia dari Kukar, kan sekarang ranahnya tambang ESDM ya, cuma dalam pengelolaan lingkungan apabil di wilayah Samarinda, maka kami berhak menegurnya,” ucapnya
“Tapi kalau di luar Samarinda, kami tidak bisa bertindak. Kalaupun bisa kami hanya berwenang untuk membuat laporan bahwa asap dari terbakarnya batu bara itu berdampak kepada warga Samarinda,” pungkasnya.
(Tim Redaksi Klausa)